zakat 3

Posted on August 2, 2013 By

“Mata uang sekarang, uang kartal ( uang kertas ) bukan lagi emas dan perak, para ulama internasional dari berbagai negara telah melakukan Mu’tamar Internasional di selenggarakan oleh OKI  dan mereka memutuskan bahwa uang kartal yang ada sekarang baik Rupiah, Ringgit, Dolar, Riyal, dll disamakan dengan emas dan perak yang dimasa Rasulullah, sebagai nilai harga dan alat tukar, oleh karena itu sebagaimana dalam emas dan perak ada zakatnya maka uang kartal ada zakatnya.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah robbil alamin, wabihi nasta’in, wanushalli wanusallim wabarik ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi waman tabi’ahum biihsan ila yaumiddin. Amma ba’du :

Kaum muslimin dan muslimat para pendengar radio rodja, serta para pemirsa TV Rodja yang dimuliakan oleh Allah.

Kita telah membahas pembahasan zakat mulai dari definisi, pengertian, hikmah, urgensi, serta syarat-syarat zakat diwajibkan.  Sekarang akan kita lanjutkan mengenai harta-harta yang terkena zakat, apakah seluruh harta terkena zakat ? atau hanya beberapa jenis harta saja yang terkena zakat?

Tidak seluruh harta terkena zakat, tetapi hanya beberapa harta saja yang terkena zakat, diantaranya yang terkena zakat yaitu :

Annaqdain

Annaqdain adalah dua mata uang yang dimasa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam terbuat dari emas dan perak, hal ini disepakati oleh hampir seluruh ulama mengatakan bahwa emas dan perak terkena zakat, berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan sanadnya dishahihkan oleh Al Albani bahwa Ibnu Umar dan Aisyahberkata,

كَانَ يَأْخُذُ مِنْ كُلِّ عِشْرِينَ دِينَارًا فَصَاعِدًا نِصْفَ دِينَارٍ

Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengambil zakat 1/2 dinar dari orang yang memiliki 20 dinar dan 1 dinar dari orang yang memiliki 40 dinar”.

Dinar adalah mata uang emas, beratnya sekitar 4,25 gram emas, maka 20 dinar sama dengan 85 gram emas, kata Rasulullah bila memiliki uang emas sebanyak itu dan telah berlalu satu tahun, maka di keluarkan setengah dinar, setengah dinar dari 20 berarti 1/40 berapapun jumlah emas anda dibagi 40, satu bagiannya yang dikelurkan zakat.

Kemudian menurut sebagian ulama termasuk juga perhiasan dalam masalah ini walaupun jumhur ulama mengatakan tidak termasuk, wallahu ta’ala a’lam, keluarkanlah juga dari perhiasan untuk kehati-hatian karena termasuk dari emas juga, bila perhiasan anda sampai 85 gram maka keluarkanlah 1/40.

Kemudian mata uang kedua yang ada di masa Rasulullah adalah perak yang dikenal dengan dirham.  Ada Risalah Abu Bakar yang menjelaskan bahwa  harta-harta yang dikeluarkan oleh kaum muslimin,diantara isi kitab tersebut berbunyi  bahwa Abu Bakar mengatakan:

فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ، مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا، وَلَيْسَ فِي تِسْعِينَ وَمِائَةٍ شَيْءٌ، فَإِذَا بَلَغَتْ مِائَتَيْنِ، فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ

 “ Keluarkan zakat perak! Pada setiap 40 dirham dikeluarkan 1 dirham, bila memiliki 190 dirham tidak ada kewajiban zakat. Dan bila memiliki 200 dirham wajib dikeluarkan 5 dirham“. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani).

Dirham adalah mata uang dari perak, berat dirham menurut para ahli fiqih yaitu 10 dirham = 7 dinar, artinya 1 dirham sama dengan 7/10 dinar, maka 200 dirham 7/10 nya adalah 140 dinar.

Maka kita kalikan 140 × 4,25 gram = 595 gram, bila anda memiliki perak sebanyak 6 ons kurang 5 gram ini berarti telah sampai nisabnya dan keluarkan 1/40 dari keseluruhannya.

Dinar dan Dirham saling menyempurnakan nisab zakat, misalkan anda memiliki emas 10 dinar dan memiliki 100 dirham maka telah sampai nisab, juga digabungkan dalam nisab adalah harta perniagaan, karena harta perniagaan ditaksir pada saat jatuh tempo pembayarannya dinilai dengan emas atau perak, maka dia juga menyempurnakan nisab, misalnya anda memiliki 10 dinar 50 dirham dan harta perniagaan senilai 50 dirham berarti telah sampai nisab zakat, mulailah menghitung haul dengan tahun Qamariah sampai tahun depan, maka persyaratan ini dimulai lagi dari awal yaitu milik seorang muslim yang merdeka dan dimiliki secara penuh dan sampai berlalu satu tahun dan diluar kebutuhan dia kalau sudah dipakai untuk kebutuhannya maka tidak ada zakatnya.

Mata uang sekarang, uang kartal ( uang kertas ) bukan lagi emas dan perak, para ulama internasional dari berbagai negara telah melakukan Mu’tamar Internasional di selenggarakan oleh OKI  dan mereka memutuskan bahwa uang kartal yang ada sekarang baik Rupiah, Ringgit, Dolar, Riyal, dll disamakan dengan emas dan perak yang dimasa Rasulullah, sebagai nilai harga dan alat tukar, oleh karena itu sebagaimana dalam emas dan perak ada zakatnya maka uang kartal ada zakatnya.

Memang pada awal-awalnya ada perselisihan ulama apakah uang kartal ada zakatnya atau tidak, diawal munculnya uang kartal, karena diwaktu itu uang emas dan perak masih berlaku, kemudian sekarang uang emas dan perak hampir tidak berlaku hanya ini saja yang ada, maka para ulama tidak ada perselisihan dalam masalah ini, yaitu sama dengan emas dan perak yaitu terkena zakat juga.

Cara menghitung zakatnya karena ada nilai emas dan nilai perak maka tentunya ini berbeda, bahkan sekarang nilai perak tidak stabil, nilai emas masih stabil, maka ada perselisihan ulama dalam masalah ini yaitu dalam cara menghitung nisabnya, apakah dia mengikuti emas atau perak.

Fatwa dari rumah zakat di Kuwait dan beberapa para ulama bahwasanya dihitung dengan nisab emas bukan dengan nisab perak – Walllahu Ta’ala a’lam- walaupun sebagian ulama mengatakan yang terendah dari kedua nilai tukar ini. Bila yang terendah nilai tukarnya perak, maka menggunakan nisab perak, bila yang terendah emas maka digunakan nisab emas, wallahu ta’ala a’lam, saya lebih condong pada pendapat yang mengatakan emas, karena emas cenderung stabil nilainya.

Kemudian yang disamakan juga dengan emas dan perak selain uang kartal adalah saham, bila anda memiliki saham perusahaan, tentunya saham perusahaan yang halal, dibeli dengan cara yang halal bukan dengan cara opsi, atau dengan cara buy on margin atau jual beli kala menguntungkan atau indeks yang tidak dibenarkan oleh syariat. Cara mengeluarkan zakat saham tergantung niat pembelinya, kalau pembeli ketika membeli saham ini niatnya hanya ingin mendapatkan bagi hasil atau deviden dari saham ini maka cara menzakatkannya, lihat jenis perusahaan tersebut, bila perusahaan tersebut yang memproduksi suatu barang maka zakat yang dikeluarkannya hanya laba bersihnya saja, dikeluarkan zakat dari laba bersih perusahaan tersebut karena kepemilikannya terhadap perusahaan, dan perusahaan tidak dijual yang dijual hanya hasil perusahaan saja berarti laba bersih perusahaan saja yang anda keluarkan zakatnya.

Kalau perusahaan bergerak dibidang trading ( perdagangan ) adalah zakat perniagaan, bila dia mengetahui aset-aset perusahaan tersebut yang tetap dan yang bergerak, maka aset yang bergeraklah yang dikeluarkan zakatnya dan dia keluarkan zakatnya dari nilai buku sebuah saham tersebut karena saham bisa memiliki nilai nominal, nilai buku dan nilai pasar perusahaan tersebut, nilai buku berapa nilai ril dari perusahaan tersebut yang bentuk asetnya adalah yang bergerak untuk diperjual belikan, kalau dia membeli sahamnya untuk  jual beli saham maka zakatnya adalah zakat jual beli, zakat harta perniagaan, cara menghitungnya yaitu menghitung nilai saham dengan nilai pasar pada waktu jatuh satu tahunnya, maka dikeluarkan zakatnya sebanyak 1/40.

Kemudian disamakan juga dengan emas dan perak adalah surat-surat berharga lainnya seperti obligasi,  obligasi adalah surat yang diterbitkan  oleh perusahaan maupun pemerintah yang ini mirip dengan hutang dan sebetulnya adalah hutang, yaitu perusahaan membutuhtan biaya tambahan dia tidak ingin pemilik saham mengatur perusahaannya maka dia menerbitkan obligasi terkadang harganya sekian, misalnya 1 juta dan setelah 3 bulan menjadi 1juta 200 ribu yang dibayarkan perusahaan tersebut, maka jelas ini adalah hutang bertambah dan ini adalah riba, tidak boleh seorang muslim membeli obligasi ini, dan yang menjadi masalah bila dia  telah membelinya yang komisinya atau ribanya keluarkan seluruhnya, adapun hartanya yang halal inilah yang dikeluarkan zakatnya.

Termasuk dalam ini juga adalah gaji, gaji yang diterima oleh pekerja adalah berbentuk uang, maka uang yang diterimanya sama dengan emas dan perak, cara mengeluarkan zakatnya kapan anda memiliki uang bila ada uang yang lain genapkan satu nisab waktu itu baru dihitung haulnya, misalnya selain gaji anda memiliki tabungan yang lain atau anda punya harta perniagaan, atau uang saja bila sampai nisab senilai 85 gram emas, pada waktu itu baru dihitung haul sampai tahun depan.

Di tahun depan anda baru menerima gaji satuatau dua bulan yang lalu tapi dari awalnya sudah satu nisab, maka ketika itu walaupun satu atau dua bulan belum sampai haulnya, 12 bulan kedepan, tetapi sebaiknya dihitung untuk memudahkan cara menghitung daripada tiap bulan anda menghitung, dan seperti inilah yang difatwakan oleh berbagai lembaga fatwa internasional diantaranya lembaga fatwa Lajnah Dai’imah di kerajaan Arab Saudi.

Kemudian yang termasuk emas dan perak juga bila seorang menerima pesangon, maka ini juga termasuk uang yang terkena zakat, tapi cara menghitungnya adalah ketika uang diterima baru dihitung haul, misalnya anda pensiun kerja dan mendapat pesangon 50 juta pada saat hari menerima belum ada zakatnya, ini baru mulai menghitung haul walaupun anda memiliki harta yang lain sudah satu haul, ini belum, tapi bila anda ingin samakan seperti gaji tadi dibolehkan.

Kemudian termasuk dalam hal ini juga, bila seorang pesan barang, misalnya pesan untuk dibuatkan sebuah rumah pada seorang kontraktor yang harganya 300 juta, kontraktor tentunya membuat  rumah tidak langsung jadi, dan pembeli membayar juga tidak langsung tunai, mungkin dengan cara mengangsur perbulan hingga selesai pembayarannya. Maka masing-masing menzakati apa yang mereka pegang, bila pemesan rumah tadi dan uang masih di tangannya dan belum dibayarkan ke kontraktor, jika sampai satu tahun maka ia yang membayar zakatnya. Adapun kontraktor tadi, bila gedung belum selesai  status bahan baku masih milik dia, yang sudah saya bayar adalah milik pemesan, yang belum dibayar masih dimiliki kontraktor, berapa persen milik kontraktor yang berbentuk bangunan dan dalam bentuk bahan baku maka dizakatkan.

Semoga penjelasan ini dapat dimengerti oleh kaum mislimin dan muslimat para pendengar dan pemirsa radio dan tv rodja dimanapun berada, semoga bermanfaat, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertanyaan :

Assalamu alaikum.

  1. Saya pekerja karyawan swasta, tapi saya juga melakukan bisnis, jadi status zakat saya; pertama dari gaji saya membayarkan zakat, yang saya tahu saya menghitungnya satu tahun gaji saya berapa jika melewati nisab saya keluarkan 2½ %, lalu masalah bisnis saya itu sendiri jadi ada suatu bisnis yang sudah pernah saya tanyakan yaitu menjadi PHR , bisnis ini misalkan pabrik lalu saya mendapatkan keuntungan misalkan, lalu saya kumpulkan duitnya, sementara ada bisnis lain yang sedang berjalan, jadi duit dari bisnis yang pertama saya investasikan pada bisnis yang lain, misalkan pembangunan rumah, posisinya sekarang jual beli yang kedua itu belum menghasilkan, saya baru miliki bangunan yang belum selesai dan belum saya jual, pertanyaannya, dari bisnis yang pertama yaitu dari pabrik itu sebenarnya sudah melebihi nisab, tapi duitnya saya investasikan, jadi menghitung zakatnya gimana ustaz? Apakah kas yang ada sekarang aja dari bisnis pabrik kalau belum sampai nisabnya berarti saya tidak bayarkan tapi sebenarnya ada duitnya yang lebih nisab tapi di investasikan tempat lain, lalu tinggal dihitung investasi kedua yang saya bayarkan dari sana saja atau kedua duanya, saya bingung. Jadi yang benar yang mana ?

Jawaban :

  1. Yang bisa saya tangkap dari pertanyaan beliau adalah beliau seorang karyawan swasta dan gajinya telah sampai nisab dan telah dikeluarkan zakatnya. Kemudian beliau mempunyai bisnis kedua yang sampai nisab tapi berkurang nisabnya karena diinvestasikan untuk bisnis yang ketiga, dan bisnis ketiga belum sampai satu haul.

Cara menghitungnya untuk haul kita katakan memang untuk uang tadi masuknya dari pihak yang mana maka satu-satunya punya haul, seperti kita katakan gaji, kemudian masuk lagi uang dalam bentuk warisan, ini haulnya berbeda. Kalau untuk perniagaan, ini satu jenis, apalagi modal yang kedua modal dari yang pertama, para ahli fiqih mengatakan : “ Jika anda memiliki uang sampai satu nisab, ketika akan sampai haulnya anda ganti menjadi harta perniagaan, apakah menghitung haul lagi? Para ulama mengatakan tidak”.

Jenis usaha yang kedua penyempuranaan dari usaha yang pertama, dan ini karena ada gaji, ada perusahaan berupa pabrik, yang dikeluarkan zakatnya adalah barang yang dijual belikan, maka menghitungnya digabung gaji dia walaupun yang kedua kurang nisabnya ditambah dengan gaji sampai nisab tetap terkena zakat, hanya berbeda haul saja, haul gaji berbeda haul zakat perniagaan berbeda tapi nisab sampai maka wajib dikeluarkan zakat walaupun untuk usaha kedua dan ketiga tidak sampai nisab.

Wallahu ta’ala a’lam.

 

Tanya:

Untuk menentukan kategori yang berhak menerima zakat atau fakir miskin, bolehkan kita berpatokan dengan batas UMR  provinsi, maka yang pendapatannya dibawah UMR merekalah yang kita berikan zakat ?

Jawab:

Upah minimal bisa dijadikan untuk menentukan orang yang berhak menerima zakat, tapi bukan segala-galanya untuk menentukan seseorang berhak menerima zakat, seperti dalam contoh yang pernah kita jelaskan, seseorang yan hidup sendirian, tidak punya tanggungan dan tidak punya siapa-siapa, upah UMR mungkin lebih dari cukup, maka dia tidak berhak meneriam zakat.

Tapi seseorang yang punya tanggungan istri, anak 4 orang dan juga harus membiayai orang tua yang sakit-sakitan, harus membiayai adik-adiknya, karena orang tuannya tidak mampu mencari nafkah lagi, maka upah UMR jelas tidak cukup untuk dia, memang UMR bisa menjadi standar awal, tapi kita lihat pengeluaran dia, bisa saja dia menjadi sangat berhak menerima zakat  menjadi fakir miskin, walaupun umpanya gaji dia jauh diatas UMR, melihat kebutuhan yang dibutuhkannya. Wallahu ta’ala a’lam.

Tanya:

Kemudian mengenai usaha sebagaimana yang disampaikan kemaren, modal dan aset tidak dihitung dalam menghitung zakat misalkan dengan kontek perumahan, misalkan bangunan dengan tanah, apakah rumah dengan tanah dengan nilai NJOP atau dengan nilai pasar?

Jawab:

Cara menentukan harga dalam bisnis jual beli rumah, NJOP juga bagian dalam menentukan harga tapi bukan segalanya, bisa anda taksir.  Bertanya kepada tetangga sebelah berapa kira-kira harga, juga tempat yang strategis menentukan dalam menentukan harga, kesimpulannya nilai yang anda hitung bukan nilai berapa yang akan anda jual, juga bukan nilai berapa yang anda beli, mungkin rumah anda beli sekitar 3 bulan yang lalu, umpamanya dengan harga 500 juta dan sekarang mungkin anda bisa menjual dengan harga 550 atau 600 juta, bukan nilai 500 juta yang anda perhatikan dan juga bukan 600 juta, bila 500 juta kemungkinan harga ini bisa berkurang dan bisa juga bertambah, mugkin rumahnya karena tidak dipelihara menjadi rusak, yang menyebabkan harganya turun atau bahkan perumahan tersebut berkembang karena banyak fasilitas, bisa jadi naik. Dan juga bukan dengan harga jual diwaktu itu, kerena anda telah memasukkan keuntungan dan belum mendapatkan keuntungan, akan tetapi merupakan bagian dari cara menilainya, jadi untuk menentukannya dengan menentukannya dengan menanyakan pada orang sekitar, atau dengan menananyakan pada pengembang mereka lebih mengetahui  berapa harga pantas untuk rumah tersebut. Saya kira bisa dipahami.Wallahu ta’ala a’lam.

Tanya:

Ada seorang keluarga, yang kepala keluarga qadarullah dia keluar dari pekerjaan yang tidak halal, kemudian ditengah-tengah dia mencari kerja dia menganggur, dan qadarullah anaknya pun pada saat itu sakit, ketika anaknya ini sakit, banyak muhsinin yang membantu dengan uang, sampai jumlahnya puluhan juta, dan melebihi nisab, dan qadarullah anak yang sakit ini meninggal dunia, sedangkan sisa sumbangan masih ada sisa dan sudah haul dan melebihi nisab, nah harta itu apa ada zakatnya? Kemudian kalau bayar zakatnya terlambat karena dia baru sadar belakangan? Apakah sisa sumbangan ini sah menjadi milik orang tuanya atau keluarga tersebut karena anak ini sudah meninggal dunia, yang dulu niat orang yang menyumbang ini untuk pengobatan anak ini?

Jawab:

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan kesabaran kepada kaum muslimin yang diberikan musibah oleh Allah, semoga Allah memberikan ganti lebih baik dari apa yang menimpanya.

Mengenai hal pertanyaan tentang zakatnya, pertama, karena dia tidak bekerja lagi dan pengangguran sedangkan dia harus menghidupi anak-anaknya.

Walaupun harta tersebut sumbangan untuk pengobatan anaknya, karena harta tersebut adalah sedekah untuk anaknya, harta anak adalah harta orang tua, Rasulullah bersabda  “kamu dan hartamu adalah milik orang tuamu”. Harta anak boleh diambil orang tua untuk memenuhi kebutuhannya. Dan juga ini dibagi berdasarkan hukum waris. Untuk ibu si anak (isteri)  1/3 dan sisanya untuk bapak.

Kemudian apakah dia juga mengeluarkan zakat ? bila sampai nisab dan sampai satu tahun dikeluarkan zakatnya, karena hartanya termasuk kategori yang kita katakan tadi, yaitu milik tertentu dan sekarang milik orang tuanya, kemudian dia adalah orang muslim dan merdeka, sampai nisab dan haul, maka wajib dikeluarkan zakat. Wallahu ta’ala a’lam.

Pertanyaan :

Saya punya apartemen yang sudah lunas yang dibayar tiga tahun lalu, tapi serah terima baru 4 bulan yang lalu, bagaimana zakat dari apartemen tersebut ?

Jawaban :

Apartemen untuk dijual apa untuk di tempati ? Kalau untuk ditempati tidak ada zakatnya, Rasulullah mengatakan : “ barang yang digunakan,seperti rumah, kedaraan, maka tidak ada zakatnya”. Kalau ketika dibeli niatnya untuk diinvestasikan dan dijual, pada saat dia berniat menjualnya dan sudah mulai diklankan maka waktu itu mulai menghitung haulnya dan dibayarkan zakatnya walaupun belum laku terjual harus dikeluarkan zakatnya pertahun.

Pertanyaan :

Zakat untuk simpanan haji apakah nisabnya dihitung perorangan atau dijumlahkan antara tabungan suami dan istri ?

Jawaban :

Yang dijumlahkan adalah hewan ternak, itu memang digabungkan, yang satu kandang, tempat minum, tempa makannya memang disatukan, di dalam Risalah Abu Bakar di sebutkan “ tidak boleh dipisah dan tidak boleh digabungkan pada saat jatuh haulnya”. Adapun selain itu para ulama selisih pendapat yang terkuat tidak digabungkan antara harta tersebut. Harta suami dan istri berbeda masing-masing memiliki harta, nah bila masing-masing memenuhi persyaratan sebelumnya; muslim, merdeka, dan sampai satu haul dan nisabnya digabung dengan harta yang lain, istri mempunyai harta mungkin warisan dari orang tuanya atau hibah dari suaminya, dan suami mempunyai harta dari berbagai hal, selain dari tabungan untuk disatukan nisabnya, bila sampai satu nisab masing-masing mengeluarkan zakatnya, bila harta istri belum sampai satu nisab dia tidak wajib mengeluarkan zakatnya, bila suami sampai nisab dia saja yang mengeluarkan zakatnya, bila sama-sama tidak sampai satu nisab kalau digabungkan sampai satu nisab tidak ada kewajiban zakat bagi masing-masing mereka. Wallahu ta’ala a’alam.

Pertanyaan :

Ustaz jika saya sudah rutin membayar zakat profesi setiap bulan, apakah saya masih wajib mengeluarkan zakat maal saya ketika sudah mencapai haulnya dan nisabnya ? dan apakah menyalurkan zakat profesi pada anak-anak yatim diperbolehkan sebagai mustahiqnya?

Jawaban :

Kita telah jelaskan sebelumnya bahwa zakat ada haul, ada nisabnya, bila anda memiliki harta yang lain maksudnya adalah uang, atau harta perniagaan atau bisnis atau yang lainnya, yang bisa memenuhi nisab digabung dengan gaji tersebut, misalnya kita katakan nisab 85 gram emas 40 juta rupiah, anda memiliki uang tabungan 35 juta rupiah, lalu anda terima gaji 7 juta rupiah, maka jadi 42 juta rupiah dan ini sampai satu nisab, tetapi gaji belum satu haul dalam ini para ulama mengatakan boleh dikeluarkan zakatnya, yang seharusnya gaji ini tahun depan baru dikeluarkan zakatnya, boleh dikeluarkan sebelum tahun depan itu maka dinamakan dengan ta’jil zakah ( mendahulukan zakat sebelum jatuh tempo wajibnya) tapi dengan syarat ini sudah sampai nisab, ini boleh, nanti ketika tahun depan tidak lagi anda bayarkan zakatnya, karena tidak ada dua kali dalam kewajiban zakat, bila anda telah zakatkan maka tahun depan baru anda zakatkan lagi, tetapi bila anda tidak memiliki uang yang lain, Dan gaji anda terima tidak sampai nisab, dan anda bayarkan zakatnya belum satu nisab dan haul, ini berarti belum ada syarat wajibnya dan anda telah keluarkan, tidak dihitung sebagai suatu kewajiban.

Dan nanti bila terpenuhi syarat wajib zakat maka wajib dizakatkan kembali.

Kemudian apakah anak yatim sebagai yang berhak menerima zakat? Anak yatim tidak ada dalil baik dari Al quran maupun Sunnah dia sebagai mustahiq zakat, makanya contoh yang pernah kita katakan kalau dia anak yatim, baru umur 4 tahun dan bapaknya meninggal, sedangkan bapaknya orang kaya, dan dia mendapatkan warisan umpamanya 1 miliar, dia yatim tapi dia tidak berhak menerima zakat, tapi memang biasanya kebanyakan adalah fakir miskin sebagai statusnya fakir miskin berhak dia mendapatkan zakat.

Termasuk yang berhak, sebetulnya anak ini orang kaya ada warisan dari orang tuanya tapi dizhalimi oleh pihak-pihak lain, baik umpanya pihak keluarga maupun yang lain yang mengakibatkan anak ini diletakkan begitu saja, pihak keluarganya yang lain di panti asuhan, walaupun dia orang kaya tapi statusnya sekarang adalah fakir miskin, maka dia berhak untuk mendapatkan zakat, maka insya Allah, bila anda memberikan zakat ke panti asuhan hendaklah anda tanyakan dahulu, apakah disini berdasarkan kefakiran atau bagaimana? Bila tahu berdasarkan kefakiran tidak masalah anda berikan zakat untuk anak-anak panti asuhan yang yatim tersebut. Allahu Ta’ala A’lam

Pertanyaan :

Ada seorang suami sewaktu bujangan dia punya usaha sendiri kemudian berumah tangga, setelah berumah tangga, membeli dua buah rumah.  Kemudian rumah tangganya bermasalah dan terjadilah perceraian.  Yang meminta cerai adalah pihak istri, bagaimana cara menghitung hartanya itu? Sudah diajukan ke pengdilan, dan pengadilan memutuskan untuk membagi harta mereka menjadi dua.  Adakah istilah gono gini dalam islam?

 

Jawaban:

Kalau sudah diputuskan oleh pengadilan agama, saya kira tidak baik kita untuk membicarakannhya.  Tetapi secara hukum islam tidak mengenal istilah harta gono-gini.  Tapi bila telah diputuskan oleh pengadilan agama, kita tentu tidak bisa menggugat atau membicarakan lebih panjang.

Tapi bila belum, maka islam menghargai hak masing-masing.  Suami punya hartanya, dan istri juga punya harta masing-masing.  Harta istri mungkin membawa harta sebelum menikah, ataupun warisan dari orang tuanya setelah menikah, dan juga harta istri adalah nafkah diberikan oleh suaminya setiap harinya atau setiap bulannya tergantung kesepakatan antara suami dan istri, dan inilah yang sering dilupakan oleh para suami.

Kalau kita contohkan umpamanya anda membutuhkan seseorang yang menjaga rumah anda, bersih-bersih rumah, mencuci pakaian anda, mengasuh anak anda, berapakah yang harus anda bayar setiap bulannya untuk itu? Apalagi selain itu ada fasilitas khusus yang diberikannya untuk anda, berapakah yang harus dibayar? Harusnya anda membayar lebih dari gaji itu, walaupun dia tidak bekerja.  Karena Allah pun adil dalam hal ini.

Allah mengatakan:

{لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ }

 “Hendaklah orang yang kaya diantara anda memberikan nafkah kepada istrinya sesuai dengan kekayaanya”. (QS. At Thalaq: 7).

Bila uangnya banyak, gajinya besar, maka berikan nafkah sesuai dengan gajinya, berapa persen misalnya yang disepakati oleh keduanya.  Kemudian jika anda miskin, insyaallah istri anda ridho.

Allah pun mengatakan:

{وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ}

 “Siapapun yang rizkinya sempit, hendaklah dia memberikan nafkah untuk istrinya sesuai dengan rizki yang diberikan Allah untuk dirinya”. (QS. At Thalaq: 7).

Dan ini penting untuk diperhatikan oleh seluruh keluarga.  Yang sering terdengar oleh kita, seorang istri harus mengemis pada suaminya bila ia ingin mengirim uang kepada orang tuanya padahal suaminya bukan orang miskin.  Suaminya terkenal dermawan dengan orang lain, tapi pada istrinya beda sikap dan tingkah lakunya.  Alhasil ini penting untuk diperhatikan oleh seluruh rumah tangga kaum muslimin bahwa istri anda nafkahnya harus anda berikan.  Dan bahkan dalam hadist yang lain dari Abu Sufyan ketika dia mengadukan kepada Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Abu Sufyan memberikan nafkah juga, tetapi nafkah yang diberikan untuk istri dan anak-anaknya sedikit dan tidak sesuai dengan statusnya sebagai seorang kaya raya.  Maka Rasululloh menyuruh untuk mengambil tanpa sepengetahuan Abu Sufyan dengan cara yang ma’ruf.

Tapi ini hati-hati, dikhawatirkan rumah tangganya malah rusak dikarenakan mengambil harta suaminya tanpa ijin.

Sebaiknya dibicarakan dengan baik, dan insyaallah suami-suami anda bisa menerima masalah ini dengan lapang dada.  Dengan demikian harta istri jelas, harta suami jelas.  Tidak bisa dieksekusi harta suami adalah dibagi dua dengan istri, dan sebaliknya, tidak bisa dieksekusi harta istri setengahnya untuk suami.  Dan kalaupun mereka berpisah, maka keduanya membawa hartanya masing-masing, kecuali dalam masa iddah, itu memang masih kewajiban suami untuk menafkahi istrinya.

Adapun anak, tetap sampai meninggal tetap bapaknya, bapaknya berkewajiban meberi nafkah kepada anak.

Dan sering kita dengar manakala rumah tangga mereka berpisah, dan istri terkadang harus menafkahi anak dari suaminya, padahal wanita adalah makhluk yang lemah, dia harus memeras keringat dibawah terik matahari untuk menafkahi diri dan anaknya.

Inilah fungsinya dahulu memiliki harta nafkah dari suaminya.  Jika terjadi sesuatu dia sudah punya harta, bisa untuk menyambung hidupnya.  Begitu juga dengan adanya mahar yang merupakan harta yang diberikan suami untuk istri, maka ia bisa menyambung hidupnya dengan mahar tadi jika terjadi sesuatu.

Bahkan di sebagian negara mensyaratkan mahar yang tinggi, hal itu bertujuan jika terjadi sesuatu, maka istri sudah punya modal untuk hidup.  Ini penting untuk dibicarakan.  Tapi maaf untuk kasus tadi karena sudah diputuskan di pengadilan, saya tidak membicarakan masalah itu.  Ini hanyalah pandangan secara umum secara syari’at yang meninjau harta suami dengan istri.

Kesimpulan :

Zakat emas dan perak ada ketentuannya masing-masing.  Emas sebanyak 85 gram emas.  Kemudian berlalu satu haul, anda keluarkan 1/40 nya, itu minimal.  Jika anda memiliki lebih, maka harus dikeluarkan juga.  Perak sekitar 595 gram, kemudian sampai satu haul, keluarkan 1/40 nya.  Dan disamakan dengan ini uang kartal juga surat berharga, gaji, dan uang pesangon, dan lainnya yang disamakan dengan emas dan perak.  Semoga dengan demikian kita mengerti cara beribadah kepada Allah dengan mengeluarkan sesuai ketentuan Allah dan RasulNya.

Uncategorized