Arisan adalah sekelompok orang sepakat untuk mengeluarkan sejumlah uang dengan nominal yang sama pada setiap pertemuan berkala, kemudian salah seorang dari mereka berhak menerima uang yang terkumpul berdasarkan undian dan semua anggota nantinya akan mendapat giliran untuk menerima nominal yang sama.

Arisan merupakan salah satu cara yang digunakan masyarakat umum untuk mengumpulkan uang demi memenuhi kebutuhan. Arisan juga berfungsi sebagai wadah untuk mempererat hubungan sosial sesama anggota kelompok masyarakat.

Bagaimanakah Islam memandang arisan, apakah akad ini termasuk yang diharamkan ataukah tidak?

Pendapat pertama: arisan hukumnya haram dan termasuk riba, pendapat ini didukung oleh Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan.

Karena arisan pada hakikatnya adalah akad pinjaman, dimana anggota pertama yang menerima uang terkumpul hakikatnya ia menerima pinjaman dari anggota-anggota lainnya dan begitulah seterusnya setiap orang yang menerima uang terkumpul adalah peminjam terhadap anggota yang belum menerima. Dalam akad pinjam meminjam ini terdapat manfaat bagi pihak yang meminjamkan dalam bentuk ia memberikan pinjaman uang dengan syarat anggota yang lain bersedia memberikan pinjaman untuknya. Dan setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah riba. Maka arisan termasuk riba[1].

Tanggapan: arisan tidak termasuk dalam bentuk akad memberikan pinjaman dengan syarat peminjam nantinya memberikan pinjaman juga kepada pemberi pinjaman pertama. Karena hakikatnya hanyalah satu akad pinjaman, yaitu yang menerima uang terkumpul menerima pinjaman dan nantinya dibayar dengan cara cicilan kepada setiap anggota secara berkala.

Akad arisan sekalipun mendatangkan manfaat bagi pemberi pinjaman tetapi bukanlah termasuk manfaat yang diharamkan, karena manfaat ini tidak hanya untuk pemberi pinjaman saja akan tetapi juga untuk yang menerima pinjaman sama besar manfaatnya. Dan manfaat yang sama nilainya untuk pihak pemberi pinjaman dan peminjam tidak termasuk manfaat yang diharamkan[2].

Pendapat kedua: arisan hukumnya boleh, pendapat ini merupakan fatwa dari komisi tetap untuk fatwa di kerajaan Arab Saudi, nomor: 164, th. 1410H. yang diketuai oleh syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, bahkan syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan hukumnya sunnah, karena merupakan salah satu cara untuk mendapatkan modal dan mengumpulkan uang yang terbebas dari riba. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya:

Soal: Sekelompok guru mengumpulkan sejumlah uang setiap menerima gaji. Uang yang terkumpul diberikan kepada salah seorang dari anggota. Begitulah seterusnya sehingga seluruh anggota mendapatkan bagiannya. Apa hukum akad ini?

Jawab: Akad ini hukumnya boleh. Yaitu akad qardh (pinjam-meminjam) yang tidak ada persyaratan pertambahan nominal utang yang diberikan. Akad ini telah diputuskan oleh Dewan ulama besar kerajaan Arab Saudi boleh karena memberikan manfaat bagi setiap peserta dan tidak mengandung mudharat[3].

Dalil dari pendapat ini bahwa hukum asal muamalat adalah boleh kecuali bila terdapat hal-hal yang mengharamkan. Dan tidak ada yang mengharamkan dalam akad ini, karena manfaat yang didapatkan oleh pemberi pinjaman tidak mengurangi sedikitpun harta peminjam maka hukumnya boleh.

Wallahu a’lam pendapat yang membolehkan arisan lebih kuat karena berpegang kepada hukum asal, yaitu muamalat hukumnya boleh selagi tidak terdapat faktor-faktor yang mengharamkan. Adapun cara penarikan dengan cara dikocok tidak menyebabkan akad arisan menjadi haram. Karena kocok (undian/qur’ah) dibolehkan jika dilakukan untuk menentukan orang yang paling berhak di antara orang-orang yang berhak, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan gharar.

4.6.1.1.13.1 Arisan Emas

Melihat transaksi arisan uang sudah mengakar ditengah-tengah masyarakat dan di sisi lain uang mengalami inflasi pada saat ekonomi tidak stabil maka timbul ide untuk mengembangkan arisan uang menjadi arisan emas. Maka dengan terjadinya perubahan skema dalam transaksi arisan, dibutuhkan untuk mengulang ijtihad dalam kasus ini.

Ada beberapa bentuk skema arisan emas yang terjadi di tengah masyarakat:

  1. Masing- masing peserta arisan emas membawa sejumlah emas murni dengan jumlah gramasi tetap. Lalu diundi pada setiap pertemuan. Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan emas dalam jumlah gram yang sama antara emas yang diserahkan dan yang diterima.

Contoh: 20 orang bersepakat untuk setiap pekan di hari jumat bertemu dan setiap anggota membawa emas murni seberat 5gram yang bersertifikat. Lalu mereka mengundi dan yang keluar sebagai pemenang berhak menerima emas murni sebanyak 20 keping dengan berat 100g.

  1. Masing-masing peserta menyerahkan dana sebesar 5juta rupiah tetap. Lalu pengurus arisan membelikan emas senilai 100 juta rupiah dan diundi pada setiap pertemuan. Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan emas senilai 100 juta rupiah pada saat diundi. Dan sangat mungkin yang mendapat pertama dan yang setelahnya tidak mendapatkan emas dalam jumlah gramasi yang sama.

Contoh: 20 orang bersepakat untuk setiap pekan di hari jumat bertemu dan setiap anggota menyetorkan dana 5juta rupiah kepada pengurus arisan. Lalu pengurus membeli emas dengan dana 100juta yang terkumpul. Andai harga emas di hari itu 1juta rupiah pergram maka yang mendapat undian di saat itu menerima emas 100g. Dan andai harga emas di hari tersebut turun menjadi 960 ribu pergram maka yang mendapat undian menerima emas 104g. Dan andai harga emas di hari tersebut naik menjadi 1,05juta  pergram maka yang mendapat undian menerima emas 95,2g. Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana dalam nominal rupiah yang sama dan menerima emas yang berbeda gramasinya.

  1. Masing-masing peserta bersepakat bahwa mereka menyetorkan dana rupiah tidak tetap. Senilai dengan 5 gram emas murni pada saat seorang anggota mendapatkan undian. Pengurus arisan membelikan emas seberat 100g. Dan  diundi pada setiap pertemuan. Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan emas seberat 100gram pada saat diundi. Dan sangat mungkin setoran dana rupiah pada saat diundi akan berbeda nominalnya menyesuaikan  dengan harga emas pada saat undian dilakukan.

Contoh: 20 orang bersepakat untuk setiap pekan di hari jumat bertemu dan setiap anggota menyetorkan dana senilai 5gram emas kepada pengurus arisan. Lalu pengurus membeli emas 100gram dengan dana yang terkumpul. Andai harga emas di hari itu 1juta rupiah pergram maka yang mendapat undian di saat itu menerima emas 100g dan masing-masing peserta menyetorkan dana sebesar 5juta rupiah. Dan andai harga emas di hari tersebut turun menjadi 960 ribu pergram maka setiap peserta hanya menyetor dana sebanyak 4,8 juta rupiah. Dan andai harga emas di hari tersebut naik menjadi 1,05juta  pergram maka setiap peserta menyetor dana sebanyak 5,25 juta rupiah. Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana yang berbeda nominalnya namun, menerima emas dengan gramasi yang sama.

  1. Masing-masing peserta bersepakat bahwa mereka menyetorkan dana rupiah tidak tetap. Senilai dengan 5 gram emas murni pada saat seorang anggota mendapatkan undian. Pengurus arisan mengumpulkan uang yang disetorkan oleh setiap peserta dan dia menyerahkannya kepada yang mendapat giliran saat itu dalam bentuk uang rupiah senilai harga emas 100g. Maka semua anggota meminjamkan sejumlah uang yang berbeda dan nantinya dia akan merima  uang rupiah yang berbeda dari akumulasi uang yang disetorkannya. Contoh: 20 orang bersepakat untuk setiap pekan di hari jumat bertemu dan setiap anggota menyetorkan dana senilai 5gram emas kepada pengurus arisan. Lalu pengurus menyerahkan dana yang terkumpul kepada yang mendapat undian. Andai harga emas di hari itu 1juta rupiah pergram maka yang mendapat undian di saat itu menerima uang sebanyak 100juta rupiah.  Dan masing-masing peserta menyetorkan dana sebesar 5juta rupiah. Dan andai harga emas di hari tersebut turun menjadi 960 ribu pergram maka setiap peserta hanya menyetor dana sebanyak 4,8 juta rupiah. Dan yang mendapat undian di saat itu menerima uang sebanyak 96juta rupiah. Dan andai harga emas di hari tersebut naik menjadi 1,05juta  pergram maka setiap peserta menyetor dana sebanyak 5,25 juta rupiah. Dan yang mendapat undian di saat itu menerima uang sebanyak 105juta rupiah Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana yang berbeda nominalnya dan menerima dana yang terakumulasi berbeda juga sesuai dengan harga emas pada saat itu.

HUKUM ARISAN EMAS

Dari deskripsi di atas maka tidak bisa memberikan satu hukum untuk arisan emas karena masing-masing bentuk hakikatnya berbeda dengan lainnya. Hal ini berakibat tinjauan hukum syar’inya akan berbeda.

Untuk bentuk pertama dimana setiap peserta menyerahkan emas lantakan dengan gram yang sama dan setiap peserta nantinya akan menerima emas dengan berat yang sama dengan yang dia keluarkan maka hukum bentuk ini sama dengan arisan uang. Bagi yang berpendapat bahwa arisan uang boleh maka mereka juga berpendapat bolehnya arisan emas bentuk ini. Karena hakikatnya adalah peserta yang belum dapat statusnya meminjamkan emas kepada yang dapat dan yang dapat statusnya menerima pinjaman emas dari yang belum dapat dan dia menyerahkan emas pada pertemuan-pertemuan berikutnya sebagai pelunasan dari emas yang telah diterimanya.

Pendapat ini dapat dinisbatkan kepada komisi tetap untuk fatwa di kerajaan Arab Saudi, nomor: 19173. Merujuk fatwa saat ditanya tentang hukum pinjam emas lantakan dan dikembalikan emas lantakan dengan berat yang sama. Bunyi fatwanya,”

((إِقْرَاضُ الذَّهَبِ ثُمَّ رَدُّهُ بِـمِقْدَارِ وَزْنِهِ لاَ حَرَجَ فِيْهِ؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: «الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَزْنًا بِوَزْنٍ، مِثْلًا بِـمِثْلٍ» …)).

Meminjamkan emas dan kemudian dikembalikan emas dengan berat yang sama hukumnya boleh. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,”Emas (boleh) ditukar dengan emas dengan ketentuan sama berat dan semisal[4].

Bentuk kedua hukumnya juga boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota meminjamkan uang rupiah sebesar 5juta dalam setiap pertemuan pekanan dan akan menerima pengembaliannya dengan nominal yang sama tanpa pertambahan yang sudah terakumulasi. Akan tetapi diserahkan dananya yang telah terakumulasi dalam bentuk emas dengan kurs saat itu.

Pendapat ini juga dapat dinisbatkan kepada komisi tetap untuk fatwa di kerajaan Arab Saudi, nomor: 19173. Merujuk fatwa lembaga ini yang membolehkan utang emas dibayar dengan perak dengan nilai kurs pada saat pembayaran, begitu juga utang rupiah dibayar dengan emas dengan nilai kurs emas di saat pembayaran.   Bunyi fatwanya,”

((… وَهَكَذَا رَدُّ قِيْمَتِهِ بِالسِّعْرِ الحَاضِرِ يَدًا بِيَدٍ؛ لِحَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ -رَضِي الله عَنْهُمَا- قَالَ: «قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ الله، إِنَّا نَبِيْعُ بِالدَّرَاهِمِ وَنَأْخُذُ الدَّنَانِيْرَ، وَنَبِيْعُ بِالدَّنَانِيْرِ وَنَأْخُذُ الدَّرَاهِمَ، فَقَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لـَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ». وَبِالله التَّوْفِيْقُ، وصلَّى الله على نبيِّنا محمد وآله وصحبه وسلَّم)).

“… Begitu juga dibolehkan mengembalikan pinjaman emas dalam bentuk uang yang senilai dengan emas yang dipinjam dengan kurs saat itu dan serahterima tunai. Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata,” Kami berkata,” Wahai rasulullah, kami menjual barang dengan Dirham dan pembeli membayarnya dengan Dinar dan terkadang kami menjualnya dengan Dinar dan pembeli membayarnya dengan Dirham. Maka beliau bersabda,”Tidak mengapa engkau lakukan dengan kurs saat itu dan tidak berpisah melainkan sudah diserahkan uang pembayarannya[5].

Bentuk ketiga hukumnya juga boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota meminjamkan emas 5g dalam setiap pertemuan pekanan dan akan menerima pengembaliannya dengan emas yang sama tanpa pertambahan. Sekalipun harga emasnya berbeda sesuai dengan harga emas saat itu.

Dalam tinjauan fikih ini dapat dikategorikan dengan akad qardh emas yang dibayar dengan rupiah, karena yang diterima oleh yang mendapat adalah emas dan masing-masing peserta membayar rupiah. Hukumnya boleh berdasarkan hadist Ibnu Umar radhiyallahu anhuma di atas.

Bentuk keempat hukumnya tidak boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota mendapat pinjaman uang rupiah senilai emas 100g dan mereka membayarnya dengan rupiah senilai kurs emas 5g dalam setiap pengundian.

Kasus ini dapat ditakhrij dengan kasus mengikat utang uang dengan indeks harga emas. Dan mayoritas lembaga fiqh internasional mengharamkannya karena mengandung unsur riba dan gharar. Unsur riba karena nominal uang rupiah yang diterima oleh setiap peserta tidak sama dengan nominal uang rupiah yang dibayarkannya. Dan ini adalah riba fadhl dan karena pertukaran tidak tunai maka juga terdapat riba nasi’ah. Unsur gharar setiap peserta tidak tahu pada saat ikut arisan ini berapa jumlah uang yang akan diterima dan berapa jumlah uang yang harus dibayarkan nantinya. Untuk penjelasan yang lebih luas lihat pembahasannya di buku ini pada sub bab: Hukum Mengikat Utang dengan Standar Harga Tertentu.

4.6.1.1.13.2 Arisan Barang

Sebagian bentuk arisan barang memang sudah mengakar pada beberapa komunitas masyarakat di Indonesia. Yakni bila ada salah seorang warga sebuah kampung yang sedang membangun rumah maka warga lain menyerahkan bahan-bahan bangunan, seperti semen, batu, pasir dan lainnya. Namun dewasa ini skema arisan dijadikan oleh beberapa perusahaan dagang menjadi salah satu bentuk memasarkan barang-barangnya. Maka diperlukan istinbath ulang untuk menentukan hukum syar’i terhadap kasus arisan barang ini.

Ada beberapa bentuk skema arisan barang yang terjadi di tengah masyarakat:

  1. Masing-masing peserta arisan membawa barang yang menjadi objek arisan. Lalu pada saat ada peserta yang membutuhkan barang objek arisan maka dia yang mendapat. Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan barang dalam jumlah item yang sama antara item barang yang diserahkan dan yang diterima.

Contoh: 20orang bersepakat bila ada diantara peserta yang sedang membangun rumah maka setiap anggota membawa 5sak semen. Begitu seterusnya sampai semua anggota menyerahkan 100sak semen dan menerima 100sak semen juga.

  1. Masing-masing peserta menyerahkan dana sebesar 250.000 rupiah tetap. Lalu pengurus arisan membelikan semen senilai 5juta rupiah dan diserahkan kepada anggota yang sedang membangun rumah. Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan semen senilai 5juta rupiah pada saat dia membangun. Dan sangat mungkin yang mendapat pertama dan yang mendapat pada giliran selanjutnya tidak mendapatkan semen  dalam jumlah sak yang sama bila terjadi perubahan kenaikan atau turun harga semen .

Contoh: 20orang bersepakat untuk setiap anggota menyetorkan dana 250ribu rupiah kepada pengurus arisan bila ada anggota yang sedang membangun. Lalu pengurus membeli semen dengan dana 5juta rupiah yang terkumpul. Andai harga semen di hari itu 50ribu  rupiah persak maka anggota yang membangun di saat itu menerima 100sak semen. Dan andai harga semen di hari tersebut turun menjadi 47ribu rupiah persak maka anggota yang sedang membangun menerima 106sak semen. Dan andai harga semen di hari tersebut naik menjadi 53ribu rupiah persak maka yang mendapat giliran menerima 94sak semen. Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana dalam nominal rupiah yang tetap dan menerima semen yang berbeda saknya.

  1. Masing-masing peserta bersepakat bahwa mereka menyetorkan dana rupiah tidak tetap. Senilai dengan 5sak semen pada saat salah seorang anggota membangun rumah. Pengurus arisan membelikan semen sebanyak 100sak.  Maka semua anggota nantinya akan mendapatkan semen  sebanyak 100sak pada saat membangun rumah. Dan sangat mungkin setoran dana rupiah dari para peserta pada saat ada yang membangun rumah akan berbeda nominalnya menyesuaikan  dengan harga semen pada saat itu.

Contoh: 20orang bersepakat bahwa setiap anggota menyetorkan dana senilai 5sak semen kepada pengurus arisan. Lalu pengurus membeli semen 100sak dengan dana yang terkumpul. Dan menyerahkannya kepada anggota yang sedang membangun. Andai harga semen di hari itu 50ribu  rupiah persak maka anggota tersebut mendapat 100sak semen dan masing-masing peserta menyetorkan dana sebesar 2,5juta rupiah.

Dan andai harga semen di hari tersebut turun menjadi 47ribu rupiah persak maka setiap peserta hanya menyetor dana sebanyak 235ribu rupiah. Dan andai harga semen  di hari tersebut naik menjadi 53ribu rupiah  persak maka setiap peserta menyetor dana sebanyak 265ribu rupiah. Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana yang berbeda nominalnya. Namun, menerima semen dengan jumlah sak yang sama.

  1. Masing-masing peserta bersepakat bahwa mereka menyetorkan dana rupiah tidak tetap. Senilai dengan 5sak semen pada saat seorang anggota membangun rumah. Pengurus arisan mengumpulkan uang yang disetorkan oleh setiap peserta dan dia menyerahkannya kepada yang mendapat giliran saat itu dalam bentuk uang rupiah senilai harga semen 100sak. Maka semua anggota meminjamkan sejumlah uang yang berbeda dan nantinya dia akan merima  uang rupiah yang berbeda dari akumulasi uang yang disetorkannya.

Contoh: 20orang bersepakat bahwa setiap anggota menyetorkan dana senilai 5sak semen kepada pengurus arisan. Lalu pengurus menyerahkan dana yang terkumpul kepada yang mendapat giliran. Andai harga semen di hari itu 50ribu rupiah persak maka yang mendapat giliran di saat itu menerima uang sebanyak 5juta rupiah.  Dan masing-masing peserta menyetorkan dana sebesar 250ribu rupiah. Dan andai harga semen di hari tersebut turun menjadi 47ribu persak maka setiap peserta hanya menyetor dana sebanyak 235ribu rupiah. Dan yang mendapat giliran di saat itu hanya menerima uang sebanyak 4,7juta rupiah. Dan andai harga semen di hari tersebut naik menjadi 53ribu  persak maka setiap peserta menyetor dana sebanyak 265ribu rupiah. Dan yang mendapat giliran di saat itu menerima uang sebanyak 5,3juta rupiah Dan begitu seterusnya masing-masing peserta menyetorkan dana yang berbeda nominalnya dan menerima dana yang terakumulasi berbeda juga dari yang mereka setorkan, sesuai dengan harga semen pada saat itu.

HUKUM ARISAN BARANG

Dari deskripsi di atas maka tidak bisa memberikan satu hukum untuk arisan emas karena masing-masing bentuk hakikatnya berbeda dengan lainnya. Hal ini berakibat tinjauan hukum syar’inya akan berbeda.

Untuk bentuk pertama dimana setiap peserta menyerahkan semen dengan jumlah sak yang  sama dan setiap peserta nantinya akan menerima semen dengan jumlah sak yang sama dengan yang dia keluarkan maka bentuk ini hukumya sama dengan hukum arisan uang. Bagi para ulama yang berpendapat bahwa arisan uang boleh maka mereka juga berpendapat bolehnya arisan barang  bentuk ini. Karena hakikatnya adalah peserta yang belum dapat statusnya meminjamkan semen kepada yang dapat dan yang dapat statusnya menerima pinjaman semen dari yang belum dapat dan dia menyerahkan semen pada saat ada peserta lain yang sedang membangun berikutnya sebagai pelunasan dari semen yang telah diterimanya.

Bentuk kedua hukumnya juga boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota meminjamkan uang rupiah sebesar 250ribu rupiah pada saat ada peserta yang sedang membangun dan akan menerima pengembaliannya dengan nominal yang sudah terakumulasi yang sama tanpa pertambahan. Akan tetapi diserahkan dananya yang telah terakumulasi dalam bentuk semen yang dibelikan oleh pengurus arisan dengan harga saat itu.

Dalam tinjauan fikih akad ini dapat dikategorikan sebagai qardh uang rupiah dan penerima qardh mewakilkan kepada pengurus arisan untuk membelikan semen dari dana yang terkumpul. Sebaiknya akad wakalah dibuat pada saat sudah jelas siapa anggota yang mendapat gilirsn menerima. Konsekwensinya yang menerima giliran punya opsi untuk menerima uang tunai yang terkumpul atau mewakilkan untuk dibelikan semen.

Bentuk ketiga hukumnya juga boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota meminjamkan semen 5sak bila ada anggota yang membangun dan akan menerima pengembaliannya dengan semen yang sama tanpa pertambahan. Sekalipun harga semen  berbeda sesuai dengan harga semen saat itu.

Dalam tinjauan fikih ini dapat dikategorikan dengan akad qardh semen yang dibayar dengan rupiah, karena yang diterima oleh yang mendapat adalah semen dan masing-masing peserta membayar rupiah. Hukumnya boleh berdasarkan hadist Ibnu Umar radhiyallahu anhuma di atas.

Bentuk keempat hukumnya tidak boleh. Karena hakikatnya adalah setiap anggota mendapat pinjaman uang rupiah senilai 100 sak semen dan mereka membayarnya dengan rupiah senilai 5sak semen yang tentunya berakibat kepada ketidak-samaan nominal antara rupiah yang mereka terima dengan yang mereka bayarkan maka akan muncul riba jika terjadi pertambahan.

Kasus ini dapat ditakhrij dengan kasus mengikat utang uang dengan indeks harga emas. Dan mayoritas lembaga fiqh internasional mengharamkannya karena mengandung unsur riba dan gharar. Unsur riba karena nominal uang rupiah yang diterima oleh setiap peserta tidak sama dengan nominal uang rupiah yang dibayarkannya. Dan ini adalah riba fadhl dan karena pertukaran tidak tunai maka juga terdapat riba nasi’ah. Unsur gharar setiap peserta tidak tahu pada saat ikut arisan ini berapa jumlah uang yang akan diterima dan berapa jumlah uang yang harus dibayarkan nantinya. Untuk penjelasan yang lebih luas lihat pembahasannya di buku ini pada sub bab: Hukum Mengikat Utang dengan Standar Harga Tertentu.

[1]     Prof. Dr. Saad Al Khatslan, Fiqh Muamalat Maliyyah Muashirah, hal 194. Dan             Dr. Abdullah Al Umrani, Al Manfaat fil Qardh, hal 623.

[2]     Dr. Abdullah Al Umrani, Al Manfaat fil Qardh, hal 623.

[3]     Journal Buhuts Islamiyah, edisi 81, hal 291.

[4]     Fatawa Lajnah Daimah (14/113).

[5]     Fatawa Lajnah Daimah (14/113).